Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita

Bagian ke-2 :Obrolan Dua Puteri Kerajaan Panai Ngobrol Tentang Nai Mandugu Porang atau Rumondang Harahap (Nai/Puteri Sambilan Jogi)

242
×

Bagian ke-2 :Obrolan Dua Puteri Kerajaan Panai Ngobrol Tentang Nai Mandugu Porang atau Rumondang Harahap (Nai/Puteri Sambilan Jogi)

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

3. Candi Bahal Portibi salah satu Peninggalan Kerajaan Panai/ Padang Lawas yang terletak di Desa Bahal Kecamatan Portibi Kabupaten Padang Lawas Utara (PALUTA) Propinsi Sumatera Utara.

Advertisement
Example 300x600
Scroll ke bawah untuk lihat konten

Beberapa tahun kemudian setelah berhasil untuk masuk berdagang ke wilayah Kerajaan Panai, kakek Marjalang Hasibuan memohon kepada Raja Panai untuk dapat memiliki tempat untuk singgah berteduh atau bermalam dikarenakan barang mereka sudah banyak untuk diperdagangkan, karena itu mereka membutuhkan waktu untuk menjual barang dagangan tersebut di pasar kerajaan Panai. Awalnya diberikan Raja Panai tempat persinggahan mereka yang diberikan adalah wilayah Siumban/ Mangumban (sekarang Simangumban) yang barangnya dagangan dihasilkan dari Hutan, juga dari pesisir barat yaitu Barus dan apabila barang datang dari daerah pesisir timur, mereka diberi tempat singgah di Bagan, yang sekarang sekitaran Bagan Batu, Langga Payung, Kota Pinang, Aek Nabara tetapi karena terlalu jauh untuk mengangkat barang-barang ini ke wilayah Padanglawas Batang Onang maka mereka meminta wilayah tempat teduh tidak jauh dari Batang Onang, sebab wilayah ini tidak jauh dari Pusat Perdagangan Besar Kerajaan Panai, tidak jauh jika mengambil barang dari kampung Mandaheling (Mandailing) serta berjualan kesana, supaya dekat menuju Kampung Pagaruyung, makanya diberikanlah seputaran bukit Danau Tasik, (Saat ini sekarang sudah daerah hutan karena sudah ditinggalkan, sekitar 500 meter dari Danau Tasik), karena wilayah tersebut tidak jauh menuju Pusat Perdagangan besar Kerajaan Panai di wilayah disebut Padang Bolak dan Binanga sekarang. Mereka terkadang berdagang melalui darat, apabila musim Harimau beranak, mereka tidak berani melalui darat, maka mereka berdagang lebih sering berperahu dari Sungai Batang Onang terus ke Sungai/ Aek Sihapas, lalu mereka berdagang di seputaran pinggiran sungai jika bertemu desa-desa, lalu berperahu menuju kearah candi di Padang Bolak yang sungainya nanti bertemu dengan sungai Panai, terkadang mereka berjalan melalui darat, apabila sungai sedang meluap. Sungai Aek Siapas menuju ke Aek Binanga wilayah Barumun Tengah sekarang Palas. Selanjutnya air itu bertemu dengan Sungai Batang Pane/ Panai, kemudian sungai tersebut menuju ke Aek Nabara (wilayah Bagan Batu sekarang) dan Sungai Berombang (Daerah Labuhan Bilik) dan selanjutnya jatuhnya ke laut Pantai Timur dekat Tanjung Balai. Kalau berdagang kearah kampung Mandaheling/ Mandailing, mereka berperahu melalui sungai Batang Angkola menuju Sungai Batang Gadis di kampung Mandaheling/ Mandailing. Jika mereka berdagang dan mengumpulkan bahan rempah-rempah dan obat-obatan tradisional beserta bahan dagangan lainnya terkadang mereka melalui darat untuk menjumpai para penjual yaitu di desa-desa yang dilalui antara lain : dari daerah Siumban (Simangumban) dikumpulkan barang dagangan dibawa melalui darat ke Sipagimbar/ Daerah Sipirok (Tapanuli Selatan sekarang). Dari Sipagimbar mereka membeli barang dagangan langsung dari masyarakat desa beserta dari desa sekitarnya, lalu membawanya ke kampung Mandalasena/ Tapanuli Selatan sekarang. (Ceritanya Perumnas Mandala di Medan atupun Kampung Mandala di Medan itu adalah pendirinya orang-orang yang berasal dari Sipirok dari Mndalasena, makanya disebutlah kata Mandala untuk daerah Perumnas Mandala di kota Medan). Setelah di Mandalasena mereka marga Hasibuan ini beristirahat dan bersembahyang di sana karena disitu ada Candi kecil (di seputaran Sipirok Dolok Hole dan Aek Bilah sekarang dulunya ada beberapa candi sebelum di hancurkan di zaman Perang Paderi dan di hancurkan oleh zaman, dan masyarakat pendatang, karena ketidaktahuan mereka akan pentingnya situs-situs disana dan prasasti disana). Disini juga mereka mengumpulkan barang-barang dagangan yang dijual oleh masyarakat setempat. Selanjutnya dari sana mereka menuju ke desa Sipiongot, disini mereka juga mengumpulkan barang-barang dagangan yang dijual oeh masyarakat, sebahagian pihak Hasibuan ada yang langsung menuju ke Batang Onang dan ada yang menuju ke Daerah Bagan (Bagan Batu, Aek Nabara dan sekitarnya). Disana mereka bertemu dengan teman-teman mereka yang berdagang melalui sungai, untuk membawa barang dagangan yang lain supaya dibarter kepada masyarakat setempat berupa rempah-rempah, obat-obat tradisional, bahan makanan pokok, barang tambang seperti batu bara untuk bahan bakar memasak, kemudian emas, perak dan lainnya.

Saat itu kerajaan Panai memiliki wilayah kerajaan yang sangat luas karena memiliki beberapa anak kerajaan. Anak kerajaan Panai yaitu kerajaan kecil di daerah Tanjung Balai Asahan, di daerah Simalungun, di daerah Melayu Daerah Rokan/ Kampar, Minangkabau, wilayah Barus. Adapun Kerajaan Kecil ini berdiri dikarenakan anak Perempuannya menikah dengan turunan raja-raja lokal disana.

Akhirnya lama-kelamaan mereka marga Hasibuan itu semakin banyak di Siumban, di Bagan dan di Batang Onang, dan menjadi kampung mereka disana. Dua tempat kampung untuk pelangsiran barang, satu kampung untuk tempat peristirahatan sebelum berdagang ke pasar perdagangan wilayah Kerajaan Panai, sehingga lama kelamaan beranak cuculah mereka disana dan tetap membayarkan upeti kepada Raja Panai.

Sebelumnya oleh karena Raja memperbolehkan mereka berkampung di kampung yang di tempati mereka itu apabila mereka bersedia menjadi tukang angkut barang Bangsawan kerajaan Panai menuju kerajaan Sriwijaya. Dimulailah kakek Marjalang Hasibuan dan bapaknya mengikut Bangsawan kerajaan Panai serta mengikut Pegawai-pegawai Kerajaan Panai yang ditugaskan Raja Panai menjualkan barang hasil bumi wilayah Kerajaan Panai untuk menjadi tukang angkut barang dagangan Kerajaan Panai dan Bangsawan Panai yang berdagang ke kerajaan Sriwijaya, karena mereka memiliki badan yang kuat. Sampai disana mereka melihat pasar perdagangan yang sangat besar, lebih besar sedikit dari pasar perdagangannya di Kerajaan Panai dan banyak orang dari berbagai ras disitu, terkadang mereka melihat ras orang-orang dari luar pulau sumatera seperti ras dari berkulit merah/putih (Eropa Timur, Oman, Arab/ Arabia, Turki/ Irak serta India Khasmir), sawo matang (Jawa), ras hitam (kurang tau datangnya dari mana tetapi sebahagian datangnya dari Sulawesi (Ambon Minahasa/ Makasar, Bugis). Dan ada dari India Tamil, mereka lebih banyak dijadikan budak, ada perempuannya dijadikan wanita penghibur, ketimbang jadi pedagang) dan ras kuning (kemungkinan dari Sri langka, Kamboja, Laos, Burma, Philipine, Yunan, Thailand, Bangkok/ Cina Tiongkok, Korea, Taiwan, Celine, dll dan banyak juga mereka ini perempuannya sebagai wanita penghibur dan mereka ini banyak tinggal di wilayah pesisir Kerajaan Sriwijaya) bahkan ada orang-orang Sulawesi, Ternate, Bugis dan Kutai juga ada datang sebagai pedagang dan pembeli disana, tidak jauh beda dengan pedagang yang datang ke Kerajaan Panai. Hanya Wanita-Wanita penghibur dilarang keras masuk ke Kerajaan Panai dikarenakan adat budayanya sangat kental untuk menjaga adab, etika dan moral yang disebut DALIHAN NATOLU/ 3 Tungku Masak yang terikat satu sama lain yaitu KAHANGGI, MORA DAN ANAKBORU/ PISANG RAUT. Jika ada ketahuan masuk dan melakukan praktek wanita penghibur, akan di hukum mati oleh Pegawai Kerajaan atas perintah Raja Panai sesuai peraturan adat istiadat dan budaya di Kerjaan Panai. Sedangkan jika ada ketahuan menikah antar sesama marga atau sesama saudara kandung, akan di hukum secara adat dan diusir jauh keluar dari kerajaan Panai. Apabila ada juga orang ketahuan melakukan perbuatan cela dengan sex menyimpang, maka akan dihukum mati dan di penggal kepalanya di depan semua masyarakat, sebelum di penggal akan dipermalukan, agar tidak terulang perbuatan cela tersebut di wilayah kerajaan. Itulah sedikit perbedaan kebiasaan Kerajaan Panai dan Kerajaan Sriwijaya yang berhubungan dengan adab, adat istiadat, budaya mengenai hubungan laki-laki dan perempuan. Bahkan kerajaan Panai merupakan wilayah sekolah untuk pendidikan dari agama Budha dan agama Hindu dikarenakan ketatnya peraturan kerajan Panai. Tetapi Perdagangan dari bahan makanan Pokok, Buah-Buahan, Alat-Alat dapur yang terbuat dari tanah liat, dari daun yang di hutan, dari rotan, dari bamboo/ buluh/ bambu, rempah-rempah termasuk rempah untuk bumbu dapur, obat-obatan herbal dari rempah-rempah dan herbal daun-daun alami yang digunakan untuk obat-obatan, jauh lebih banyak jenis dan macamnya di jual di pasar perdagangan Kerajaan Panai ketimbang di Pasar perdagangan Kerajaan Sriwijaya. Adalagi di jual Batu Mulia dan Logam Mulia seperti emas, perak, intan lokal, berlian lokal, bahan tambang seperti batubara dan lain-lain, juga batu-batu akik serta mutiara dari kerang laut, mutiara dari kerang yang habitatnya di lumpur atau di rawa-rawa seperti lohan/ lokan, dan perhiasan dari manik-manik, perhiasan dari kerang-kerang laut serta kerang yang hidup di rawa-rawa, dan lain-lain.

Banyak sekali dijual Bahan Kain untuk dipakai terbuat dari bahan kapas/benang kapas, dari kulit binatang, kulit kayu, yang dibuat jadi pakaian, tas dan lembaran untuk tulisan aksara Batak Angkola dan aksara Pallawa di kulit binatang, di kulit kayu, di tulang binatang dan di kayu dari kayu pohon tertentu (yang disebut Porhalaan/ Naskah Kuno). Tenunan kain sarung, ulos juga sangat banyak di bawa dijual kesana untuk dipakai sebagai kain baju oleh bangsawan-bangsawan Kerajaan Sriwijaya dan orang-orang yang berada dalam lingkungan Kerajaan Sriwijaya (Yang akhirnya lama kelamaan saduran ulosnya menjadi SONGKET Palembang dan SONGKET Melayu/ Tenunan Melayu, dan sarungnya juga saduran dari sarung buatan Kerajaan Panai). Sementara Ulos Raja Angkola tidak dijual karena itu hanya khusus di tenun dipakai untuk upacara kerajaan serta upacara adat budaya Batak Angkola saja ataupun ulos Raja Angkola dipakai untuk menyambut tamu dan terkadang dihadiahkan kepada tamu Raja ataupun Raja dari Kerajaan lain. Makanya Kain Sarung dan Ulos Raja Angkola itu sangat mahal harganya karena terbuat khusus dari benang halus yang asalnya dari India, Cina, Rusia/ Eropa Timur, Maroko, Persia (Turki sekarang) ada juga berasal dari benang lokal dibuat sendiri oleh Kerajaan Panai dari kapas pilihan yang sangat bagus, dibuat warna putih, merah, hitam, kuning, coklat dan biru. Bahkan ada Ulos Angkola yang terbuat dari benang warna emas, benang warna perak (yang khusus untuk buat kain sarung, ulos Raja dan kain gendongan anak Raja ataupun Bangsawan). Begitu juga benang sutera emas yang warnanya emas bahkan ada dari benang sutera diberi warna perak, putih, merah ,kuning, hitam, coklat, dan biru yang dibeli dari pasar perdagangan di Kerajaan Sriwijaya untuk membuat Kain Sarung/ Kain Pakaian dan Ulos Angkola. Barang-barang yang disebut dan dijelaskan diatas yang banyak diperjualkan oleh Bangsawan/ Pedagang/ Pegawai suruhan Raja untuk berdagang ke Kerajaan Sriwijaya.

Sementara Pasar Perdagangan Kerajaan Sriwijaya lebih banyak menjual kain-kain, benang, bahan makanan pokok, Alat-alat dapur dari tanah liat, Keramik, daun-daun yang dari tumbuhan di hutan untuk obat tradisional untuk bahan kecantikan, dan perhiasan manik-manik, batu mulia, logam mulia, perhiasan rumah dari keramik, alat-alat dapur dari keramik, sebahagian rempah-rempah di wilayah Kerajaan Sriwijaya diperoleh diseputaran wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya (yang disebut sekarang wilayah Kerinci dan Jambi, Lahat, Palembang, Bengkulu, Lampung). Begitulah cerita kakek dan bapak Marjalang Hasibuan kepada keluarganya yang didengar oleh Marjalang Hasibuan sehingga lama-kelamaan ia ingin berminat kesana untuk melihat perdagangan dan wilayah Kerajaan Sriwijaya. Tapi dia tidak diperbolehkan ikut karena dia masih kecil.

Ketika Marjalang Hasibuan berumur 8 tahun, karena rasa penasarannya tentang cerita kerajaan Sriwijaya ini, disebabkan dia dilarang kakek dan ayahnya untuk ikut bersama pedagang, maka secara diam-diam dia bersembunyi di barang-barang Bangsawan Kerajaan Panai. Sementara itu dia tidak diketahui kakeknya, ayahnya dan bangsawan tersebut ikut dalam perjalanan mereka dikarenakan dia sembunyi di salah satu peti tempat barang yang akan diperdagangkan. Pada saat sudah sampai di pinggiran kerajaan Sriwijaya ketahuanlah dia bersembunyi di dalam Peti barang dagangan tersebut karena ayahnya curiga disebabkan makanan yang dibawa berkurang, ternyata dimakan oleh Marjalang Hasibuan. Akhirnya ketahuan dan di beritahukan bangsawan kepada prajurit kerajaan panai yang juga ikut mengawal. Lalu si pedagang bangsawan-bangsawan itu marah kepada kakek dan ayah Marjalang Hasibuan sekaligus memarahi Marjalang Hasibuan. Kemudian para pedagang bangsawan ini menghukum Marjalang Hasibuan karena memakan stok makanan yang menjadi bekal mereka selama perjalanan, sehingga menyuruh Marjalang Hasibuan untuk pulang sendiri ke kampungnya tanpa ditemani oleh siapapun.

Ayah Marjalang Hasibuan merasa bersalah akibat perbuatan anaknya tersebut. kemudian ayah Marjalang Hasibuan menyembah kepada Pedagang Bangsawan dan Prajurit Kerajaan Panai, agar Marjalang Hasibuan tidak disuruh pulang sendirian karena ayahnya takut terjadi sesuatu pada anaknya di jalan. Pedagang bangsawan tersebut mengatakan kalau begitu nyawa anakmu adalah milik saya, kemanapun saya pergi maka dia harus ikut membawa barang saya. Ayah Marjalang Hasibuan pun pasrah dan menyetujui permintaan dari pedagang bangsawan tersebut asal anaknya tidak pulang sendirian agar tidak mati di tengah jalan karena disuruh pulang sebagai hukuman dari Pedagang Bangsawan dan Prajurit Kerajaan Panai.

Sejak itu apabila Pedagang Bangsawan dari pihak Pegawai Kerajaan Panai pergi berdagang maka Marjalang Hasibuan ikut sehingga membentuk badannya menjadi kekar dan kuat. Kadang-kadang mereka membawa barang-barang dagangan Sriwijaya ke Kerajaan Panai untuk diperjual belikan kembali di kerajaan Panai. Bangsawan-bangsawan kerajaan Panai menggunakan keluarga Hasibuan menjadi kaki tangan untuk menjualkan barang dagangan yang dibawa dari Kerajaan Sriwijaya. Mereka mendapat upah dan membayar pajak dari upah yang diperoleh. Diluar itu mereka punya barang dagangan sendiri yang berasal dari wilayah Tapian Nauli, Wilayah Dangsina.

Karena sudah banyak marga Hasibuan mengetahui keadaan perdagangan di kerajaan Sriwijaya maka mulailah beberapa keturunan Hasibuan membawa perempuan dari masyarakat di Sriwijaya ke kerajaan Panai untuk dinikahi dan dijadikan isteri mereka.

Adapun barang-barang yang diperdagangkan dari Kerajaan Sriwijaya adalah berbentuk benang, kain, pengharum, keramik, alat dapur dari keramik, perhiasan manik-manik dan lainnya, sedangkan barang yang dari Kerajaan Panai berupa kemenyan, kapur barus, rempah-rempah, makanan pokok, emas, perak, batu akik, batu permata, batu bara untuk membakar dan memasak serta lainnya (sebagaimana telah dijelaskan cerita diatas).

Marjalang Hasibuan pada umur 13 tahun dilihat para bangsawan kerajaan Panai bahwa badan dari Marjalang Hasibuan sangat kekar dan kuat karena sejak umur 8 tahun sering memanggul barang-barang dagangan dari kerajaan Panai ke kerajaan Sriwijaya begitu juga sebaliknya. Kemudian pedagang bangsawan kerajaan Panai saat berada di kerajaan Sriwijaya tertarik untuk berjudi sabung dalam bahasa Angkola manyabung yaitu mengadu dua manusia sampai siapa yang hidup dialah sebagai pemenang atau salah satu harus mati. Pedagang bangsawan menjadikan Marjalang Hasibuan sebagai orang yang dijadikan taruhan judinya untuk mengikuti pertandingan sabungnya di pasar perdagangan Sriwijaya. Saat itu Si Marjalang Hasibuan menang dan lawannya mati. Akhirnya diberikanlah dia makanan enak seperti daging, susu dan lainnya makanan yang bergizi untuk lebih menguatkan tubuhnya jika dia dijadikan sebagai aktor sabung untuk dijudikan. Sejak saat itu setiap mereka pergi ke Sriwijaya dia selalu disuruh berkelahi dengan budak-budak dari bangsawan Sriwijaya dan dia selalu menang. Tuan dari Marjalang Hasibuan yaitu bangsawan yang memilikinya dan bangsawan lainnya, jika Marjalang Hasibuan menang dalam perjudian itu akan memberikan hadiah kain yang biasa dijadikan bahan baju yang bagus yang kemudian hadiah itu diberikan kepada ibunya. Hal ini sering dilakukan Marjalang Hasibuan memberikan hadiah tersebut kepada ibunya sehingga keluarganya sudah terbiasa memakai pakaian yang layak/ bagus/ pakaian yang indah.

Suatu saat Marjalang Hasibuan ini dilihat oleh anggota bangsawan kerajaan Sriwijaya, dimana teknik berkelahinya sangat bagus sehingga bisa selalu menang dalam pertandingan, sekalipun dia tahu bahwa sebenarnya dia dibuat untuk perjudian. Maka diminta anggota bangsawan kerajaan Sriwijaya itulah agar dia dijual oleh bangsawan kerajaan Panai. Saat itu si bangsawan kerajaan Panai ini tidak mau menjual Marjalang Hasibuan kepada bangsawan kerajaan Sriwijaya karena dia merasa sudah menyayangi Marjalang Hasibuan.

Namun pada akhirnya anggota bangsawan kerajaan Sriwijaya ini membuat harga tinggi untuk membeli Marjalang Hasibuan. Sehingga tergodalah bangsawan kerajaan Panai untuk menjual Marjalang Hasibuan kepada bangsawan kerajaan Sriwijaya karena harganya tinggi. Kemudian Marjalang Hasibuan meminta kepada bangsawan kerajaan Sriwijaya untuk menulis surat agar disampaikan kepada ibunya bahwa dia sudah dibeli menjadi budak anggota kerajaan Sriwijaya jangan dikhawatirkan memang keinginannya untuk tinggal di sini (di kerajaan Sriwijaya). Surat itu diserahkan ke bangsawan kerajaan Panai namun tidak pernah diberikan kepada keluarganya, ketika ayahnya bertanya dikatakan dia sudah dijual.

Suatu saat ayahnya ikut memanggul barang ke kerajaan Sriwijaya dan mencari anaknya dan tidak pernah ketemu, bahkan ayahnya bertanya kepada bangsawan-bangsawan kerajaan Sriwijaya mereka mengaku tidak pernah mengenal orang yang seperti dimaksud ayahnya tersebut. Dianggaplah oleh ayah dan keluarga Marjalang Hasibuan bahwa dia sudah hilang ataupun mati dikarenakan mereka mengetahui bahwa Marjalang Hasibuan ini sering dibuat berkelahi sabung nyawa untuk dijudikan. Pemikiran keluarga Marjalang Hasibuan kemungkinan Marjalang Hasibuan telah mati dianggap mereka karena ikut dijadikan perjudian sabung nyawa tersebut. Akhirnya ayahnya memberitahukan kepada keluarganya bahwa Marjalang Hasibuan dianggap sudah tidak ditemukan atau mati. Mereka semuapun menjadi berduka dan dibuatlah di dalam cerita keluarga mereka sampai ke kampung mereka berasal bahwa Marjalang Hasibuan telah Hilang dan di anggap telah meninggal dunia.

4. Makam Raja Oppu Namora Sende Hasibuan di Desa Purba Tua Kecamatan Batang Onang Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta) yang merupakan Ayah dari Raja Ompu Soduguron Hasibuan dan juga merupakan Mertua dari Nai Mandugu Porang Harahap

 

5. Makam Raja Ompu Sodoguron Hasibuan bersama isterinya Nai Mandugu Porang Harahap /Rumondang Harahap/Puteri Sambilan Jogi Harahap di Desa Sabahotang Kecamatan Barumun Baru Kabupaten Padang lawas Propinsi Sumatera Utara.

Bersambung…..

Cerpen 2 dibuat oleh :

Penulis : Dua Puteri Kerajaan Panai (Padang Lawas)

Ditulis oleh ; Dr. Tuti Khairani Harahap, S.Sos, M.Si : Hp : 081259454062

Photo merupakan dokumen milik penulis.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *